Ancaman

Perubahan Iklim terhadap Keanekaragaman Hayati

Dampak perubahan iklim bagi spesies dan ekosistem sudah terlihat nyata. Spesies-spesies makhluk hidup kian menyebar ke arah kutub, bencana kebakaran hutan, dan pemutihan karang menandakan perubahan iklim.

Perubahan Iklim

Tidak ada negara yang tidak mempunyai masalah tentang iklim. Hampir seluruh negara di belahan dunia ini memiliki masalah dalam perubahan iklim. Hingga saat ini sudah banyak kerugian yang disebabkan oleh isu perubahan iklim ini. Sampai sekarang masalah ini masih dalam diskusi panjang setiap negara meskipun sudah ditemukan solusi efektif seperti kebijakan,  kampanye, gerakan serentak bertema lingkungan.
Berbagai program pun sudah dicanangkan sebaik mungkin mulai dari lingkup terkecil seperti komunitas sosial hingga lingkup terbesar seperti pemerintah (regional maupun pusat). Pada tahun 2017, bencana terkait perubahan iklim telah menewaskan 1,3 juta orang dan menyebabkan 4,4 miliar terluka. Angka ini bukan merupakan angka yang sedikit untuk keberlagsungan hidup manusia.
Tak hanya itu, kerugian terkait perubahan iklim ini mencapai ratusan miliar dolar, ini belum lagi dampak manusia dari bencana geo-fisik yang mana 91 persennya adalah masalah terkait iklim.
Berdasarkan fakta yang ada, kurang lebih manusia telah menyebabkan 1,0° C pemanasan global di atas tingkat pra industri. Permukaan laut juga telah naik sekitaran 20 cm sejak 1880 dan diperkirakan akan naik lagi 30 hingga 122 cm atau satu hingga empat kaki pada tahun 2020.
Sementara itu, untuk membatasi pemanasan hingga 1,5° C, emisi CO2 global haruslah turun hingga 45 persen antara 2010 dan 2030 serta mencapai nol bersih pada tahun 2050. Sekitar 18 sektor energi sendiri akan menciptakan 18 juta lebih banyak pekerjaan pada tahun 2030 yang difokuskan khusus pada energi terbarukan dan energi berkelanjutan.
Selain itu, aksi iklim yang berani bias memicu setidaknya US $ 26 triliun manfaat ekonomi pada tahun 2030. Permasalahan iklim yang ada membuat beberapa dampak pada kehidupan manusia. Salah satunya dalam keanekaragaman hayati.
Barack Obama President of the Unted States of America

There's one issue that will define the contours of this century more dramatically than any other, and that is the urgent threat of a changing climate

Albert Einstein

“The world will not be destroyed by those who do evil, but by those who watch them without doing anything.”

John Delaney American politician & businessman

“Climate change is the environmental challenge of this generation, and it is imperative that we act before it’s too late.”

Ban Ki-moon South Korean politician and diplomat

“Climate change does not respect border; it does not respect who you are – rich and poor, small and big. Therefore, this is what we call ‘global challenges,’ which require global solidarity.”

Hutan dan kepunahan spesies Indonesia

Perubahan iklim yang terjadi secara global tidak bisa dianggap remeh karena dampaknya bagi kehidupan sangat signifikan dan membahayakan. Terutama penyebab perubahan iklim yang dipicu oleh pemanasan global. Hal ini berkaitan dengan gas rumah kaca, peningkatan emisi, masalah petanian, dan peternakan.

Salah satu akibat perubahan iklim yang terjadi adalah adanya perubahan habitat. Pemanasan suhu bumi, kenaikan batasan air laut, terjadinya banjir dan badai, akibat perubahan iklim. Sehingga hal ini akan memengaruhi perubahan besar pada habitat sebagai rumah alami bagi beragam spesies, seperti binatang, tumbuhan, dan organisme lain.

Punahnya beragam spesies ini disebabkan karena mereka tidak sempat beradaptasi terhadap perubahan suhu dan perubahan alam yang terlalu cepat. Nantinya, kondisi ini juga akan berdampak lebih besar lagi pada ekosistem dan rantai makanan. 

Kekayaan sumber daya alam Indonesia memang terkenal luar biasa membuat Indonesia menjadi salah satu Negara paling beruntung di dunia. Salah satu keberuntungan itu adalah luasnya hamparan hijau hutan tropis dan hutan hujan (Rain Forest), yang mayoritas terdapat di pulau Kalimantan dan papua. 

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta di antara dua samudra, Samudera Pasifk dan Samudera Hindia. Secara biogeografis, tingginya keanekaragaman hayati Indonesia dapat dijelaskan dengan fakta bahwa negara ini terbagi oleh Garis Wallace, Garis Weber dan Garis Lydekker. Ketiga garis imajiner yang digambarkan (di beberapa tempat) sebagai pemisah (biogeograf) antara wilayah Asia dan Australia.

Karena lokasi geografis ini, Indonesia memiliki potensi keanekaragam hayati yang tinggi dengan tingkat endemisitas yang tinggi pula. Menurut data Forest Watch Indonesia (FWI) Indonesia menjadi negara mega biodiversity terbesar ketiga setelah Brasil dan Kongo dengan luas daratan sekitar 82juta hektar yang masih tertutup hutan.

Indonesia memiliki beberapa satwa liar yang tidak dimiliki negara lain meliputi harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), gajah Sumatra (Elephas maximus sumatrensis), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), orangutan Sumatra (Pongo  abelii), Anoa (Bubalus quarlesi) di Sulawesi, Komodo (Varanus komodoensis) di Nusa Tenggara Timur dan Cendrawasih (Paradisaea  apoda) di Papua. Spesies fauna tersebut tidak hanya merupakan lambang keanekaragaman hayati Indonesia, tetapi juga sangat dicintai, baik di Indonesia maupun global.

Selain itu Indonesia juga memiliki 13 tipe ekosistem daratan dan 6 tipe ekosistem perairan (termasuk ekosistem perairan darat dan ekosistem perairan laut). Sembilan belas tipe ekosistem tersebut kemudian terbagi menjadi 74 tipe vegetasi

Fakta Dalam Angka

Mengacu pada Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020 Indonesia tercatat memiliki sekitar 

0 Jenis

Burung

0 Jenis

Ikan Air Tawar

0 Jenis

Reptil

0 Jenis

Invertebrata

0 Jenis

Amphibi

0 Jenis

Arthropoda (termasuk jenis- arachnida)

0 Jenis

Mamalia

0 Jenis

Serangga

Sedangkan dalam dunia flora Indonesia memiliki setidaknya

0 Jenis

Tumbuhan Berspora

0 Jenis

Tumbuhan berbiji terbuka (gymnospermae)

± 0 Jenis

Tumbuhan berbunga (angiospermae)

Kelangsungan hidup rata-rata suatu spesies sekiar 5 juta tahun. Rata-rata 900.000 spesies telah menjadi punah setiap 1 juta per tahun dalam 200 juta tahun terakhir. Laju kepunahan secara kasar diduga sebesar satu dalam satu persembilan tahun. Laju kepunahan yang diakibatkan oleh ulah manusia saat ini beratus-ratus kali lebil tinggi.

Perubahan iklim yang lebih menyebar luas tampaknya akan terjadi dalam pada masa mendatang sejalan dengan bertambahnya akumulasi gas-gas rumah kaca dalam atmosfer yang selanjutnya akan meningkatkan suhu permukaan bumi. Perubahan ini akan menimbulkan tekanan yang cukup besar pada semua ekosistem, sehingga membuatnya semakin penting untuk mempertahankan keragaman alam sebagai alat untuk beradaptasi.

Beberapa kelompok spesies yang lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain. Kelompok spesies tersebut adalah :

Spesies pada ujung rantai makanan

Seperti karnivora besar, misal harimau (Panthera tigris). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk mendapatkan mangsa yang cukup. Oleh karena populasi manusia terus merambah area hutan dan penyusutan habitat, maka jumlah karnivora yang dapat ditampung juga menurun

Spesies lokal Endemik

Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis) dengan distribusi yang sangat terbatas, misalnya badak Jawa (Rhinocerosjavanicus). Ini sangat rentan terhadap gangguan habitat lokal dan] perkembangan manusia

Spesies dengan populasi kecil yang kronis

Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil, maka menemukan pasangan atau perkawinan (untuk bereproduksi) menjadi masalah yang serius, misalnya Panda.

Spesies migratori

Spesies migratori adalah spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk mencari makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas sangat rentan terhadap kehilangan stasiun habitat peristirahatannya.

Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks

Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup memerlukan beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya

Spesies - spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit

Spesies – spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan yang spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu. Satu spesies diperkirakan punah setiap harinya. Inventarisasi yang dilakukan oleh badan-badan internasional, seperti International Union forConservation of Nature and  Natural Resources (IUCN) dapat dijadikan indikasi tentang keterancaman spesies.

Siapa Yang bertanggungjawab?

Siapa yang seharusnya bertanggungjawab atas terjadinya perubahan iklim? Sebelum terjawab begini saya jelaskan konsepnya. Manusia memiliki kecenderungan beradaptasi dan berkembang secara biologis dan sosiologis dengan baik. Seperti yang kita ketahui, pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol ini sebenarnya menjadi akar masalah dengan memunculkan masalah baru seperti kebutuhan pangan dan papan yang semakin meningkat.

Membicarakan tentang perubahan iklim tentu tak lepas dari bidang politik ekonomi juga. Selanjutnya akan menambah bahasan tentang Brown, Green & Blue Economy, MDGs –  SDGs dan lainnya terkait isu-isu lingkungan dalam ranah ekonomi-politik dunia. 

Revolusi Industri sekitar 1750-1850 menjadi babak awal bagaimana bengisnya manajemen operasional sebuah pabrik yang secara aktif mengeluarkan polusi yang berakibat pada ekosistem di lingkungan sekitar. Setelah rentang waktu yang tak cukup lama lahirlah Brown Economy yang ditandai dengan beberapa inovasi dan penemuan-penemuan besar teknologi terbarukan. Yang dimana fokus langkah mereka hanya sekitar economic growth dan prosperity sehingga aspek lingkungan luput dari perhatian.

Pernah dengar UNFCCC atau yang kita kenal dengan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa? Sebelum beralih sampai ke UNFCCC mari saya ajak flashback bagaimana perjalanan panjangnya menuju Green Economy ini. Tahun 1997 tepat disahkan Kyoto Protocol di lingkungan PBB yang berisi tentang “persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990.”

Namun, persetujuan ini gagal dalam upaya mengurangi GHG Emission untuk bumi per 31 Desember 2020 lalu lalu diganti dengan Paris Agreement tahun 2016 yang merupakan versi terbaru dari Kyoto Protocol. Salah satu isi Paris Agreement yaitu: “Menahan laju peningkatan temperatur global hingga cukup di bawah 2 derajat celsius dari angka sebelum masa Revolusi Industri”.

Senada dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan penyebab perubahan iklim global baik secara langsung atau tidak langsung adalah dipengaruhi aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan.

Beberapa hal dibawah ini yang menjadi penyebab perubahan iklim yang dilakukan oleh manusia itu sendiri dengan melibatkan kebutuhan dan aktifitas kesehariannya. 

Gas Rumah Kaca

penyebab perubahan iklim yang pertama berasal dari gas-gas rumah kaca. Beberapa gas di atmosfer Bumi bertindak seperti kaca di rumah kaca yaitu dengan memerangkap panas matahari dan menghentikannya agar tidak bocor kembali ke angkasa. Banyak dari gas-gas ini terjadi secara alami dan menjadi penyebab perubahan iklim global.

Peningkatan Emisi

Meningkatnya emisi yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Biasanya terjadi karena adanya aktifitas harian manusia dan produksi masal sebuah perusahaan seperti pembakaran-pembakaran, penebangan pohon dan lainnya. Hal ini juga tidak bisa dicegah jika menjadi kebutuhan pokok manusia dalam memenuhi kehidupannya.

Pemanasan Global

Penyebab perubahan iklim yang ketiga berasal dari aktivitas pemanasan global. Pembangkit listrik dan instalasi industri lainnya adalah penghasil CO2 utama. Di mana ada risiko yang jauh lebih tinggi bahwa penyebab perubahan iklim global berbahaya dan kemungkinan bencana di lingkungan global akan terjadi. Alasan penyebab perubahan iklim global ini, masyarakat internasional telah mengakui perlunya menjaga pemanasan di bawah 2°C.

Perubahan Orbit Bumi

Selama 800.000 tahun terakhir, terdapat siklus alami dalam iklim Bumi antara zaman es dan periode interglasial yang lebih hangat. Setelah zaman es terakhir 20.000 tahun yang lalu, suhu global rata-rata naik sekitar 3°C hingga 8°C, selama sekitar 10.000 tahun. Peneliti menghubungkan kenaikan suhu selama 200 tahun terakhir dengan kenaikan level CO2 atmosfer yang menjadi penyebab perubahan iklim global. Tingkat gas rumah kaca sekarang jauh di atas siklus alami selama 800.000 tahun terakhir.

Kendarakan Bermotor

Bensin termasuk dari bahan bakar fosil, pembuangan gas pada kendarakan bermotor juga mengandung banyak polusi gas kimia lainnya yang dapat menjadi penyebab perubahan iklim global. Hal ini tentunya menjadi salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim yang tidak terbantahkan lagi.

Tempat Pembuangan Sampah

Saat membuang makanan dan sampah taman ke dalam tempat sampah, sampah-sampah tersebut akan dibawa dan terkubur di tempat-tempat pembuangan sampah. Hal inilah yang menjadi penyebab perubahan iklim global. Saat sampah yang berada paling bawah mengalami pembusukan, terbentuklah gas methana.

Peningkatan Emisi

Meningkatnya emisi yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Biasanya terjadi karena adanya aktifitas harian manusia dan produksi masal sebuah perusahaan

Produksi karbondioksida

Pembakaran batu bara, minyak dan gas menghasilkan karbon dioksida dan dinitrogen oksida.

Produksi nitrooksida

Pupuk yang mengandung nitrogen menghasilkan emisi nitro oksida.

Meningkatnya jumlah peternakan

Sapi dan domba menghasilkan metana dalam jumlah besar saat mereka mencerna makanannya.

Deforestasi

Menebang hutan (deforestasi). Pohon membantu mengatur iklim dengan menyerap CO2 dari atmosfer. Jadi ketika mereka ditebang, efek menguntungkan itu hilang dan karbon yang tersimpan di pohon dilepaskan ke atmosfer, menambah efek rumah kaca.

Gas-gas berfluorinasi

Gas-gas berfluorinasi menghasilkan efek pemanasan yang sangat kuat, hingga 23.000 kali lebih besar daripada CO2

Dampak perubahan iklim terhadap biodiversitas

Ada beberapa dampak buruk perubahan iklim pada lingkungan hidup yang menjadi sorotan kita saat ini. Setidaknya ada beberapa lini yang menjadi sasaran paling rentan salah satunya:

Terhadap Kualitas dan Kuantitas Air, 

Terlalu tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kualitas sumber air. Selain itu, kenaikan suhu juga mengakibatkan kadar klorin pada air bersih. Selain itu, pemanasan global akan meningkatkan jumlah air pada atmosfer, yang kemudian meningkatkan curah hujan.

Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat meningkatkan jumlah sumber air bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi mengakibatkan tingginya kemungkinan air untuk langsung kembali ke laut, tanpa sempat tersimpan dalam sumber air bersih untuk digunakan manusia.

Berpengaruh Terhadap Hutan, Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim, sebagai paru paru bumi hutan merupakan produsen Oksigen (O2), selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global.

Meningkatnya Wabah Penyakit, Kenaikan suhu curah hujan dapat meningkatkan penyebaran wabah penyakit yang mematikan, seperti malaria, kolera dan demam berdarah. Bahkan, penipisan ozon menyebabkan peningkatan intesitas sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi yang menyebabkan kanker kulit, katarak, dan penurunan daya tahan tubuh sehingga manusia menjadi rentan terhadap penyakit. Manusia menjadi lebih rentan terhadap asma dan alergi, penyakit kardiovaskular, jantung dan stroke.

Meningkatkan Kemungkinan Cuaca Ekstrem, Perubahan iklim telah mengacaukan keseimbangan suhu bumi dan memiliki efek luas pada manusia dan lingkungan. Selama pemanasan global, keseimbangan energi dan suhu bumi berubah karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang memiliki dampak signifikan pada manusia dan lingkungan.

Terhadap Habitat dan Kepunahan Spesies,

Berbagai penyebab penuruanan keanekaragaman hayati diberbagai ekosisten antara lain konversi lahan, pencemaran, eksploitasi yang berlebihan, praktik teknologi yang merusk, masuknya spesies asing dan perubahan iklim. Selain itu ada beberapa uaian yang bisa kita ambil terkait dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati sebagai berikut:

Pada Ekosistem Hutan

Ekosistem hutan mengalami ancaman kebakaran hutan yang terjadi akibat panjangnya musim kemarau. Jika kebakaran hutan terjadi secara terus menerus, maka akan mengancam spesies flora dan fauna dan merusak sumber penghidupan masyarakat. Indonesia mempunyai lahan basah (termasuk hutan rawa gambut) terluas di Asia, yaitu 38 juta ha yang tersebar mulai dari bagian timur Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Maluku sampai Papua. Tetapi luas lahan basah tersebut telah menyusut menjadi kurang lebih 25,8 juta ha

Pada daerah kutub

Sejumlah keanekaragaman hayati terancam punah akibat peningkatan suhu bumi rata-rata sebesar 10C. Setiap individu harus beradaptasi pada perubahan yang terjadi, sementara habitatnya akan terdegradasi. Spesies yang tidak dapat beradaptasi akan punah. Spesies-spesies yang tinggal di kutub, seperti penguin, anjing laut, dan beruang kutub, juga akan mengalami kepunahan, akibat mencairnya sejumlah es di kutub

Pada daerah Arid dan Gurun

Perubahan iklim mengakibatkan luas gurun menjadi semakin bertambah (desertifikasi).

Pada Ekosistem Pertanian

Saat membuang makanan dan sampah taman ke dalam tempat sampah, sampah-sampah tersebut akan dibawa dan terkubur di tempat-tempat pembuangan sampah. Hal inilah yang menjadi penyebab perubahan iklim global. Saat sampah yang berada paling bawah mengalami pembusukan, terbentuklah gas methana.

Pada Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah wilayah yang paling rentan terkena dampak buruk pemanasan global sebagai akumulasi pengaruh daratan dan lautan. Dalam ringkasan teknisnya tahun ini, Intergovernmental Panel on Climate Change, suatu panel ahli untuk isu perubahan iklim, menyebutkan beberapa faktor penyebab kerentanan wilayah ini

Pembangunan Berkelanjutan Sebagai Solusi

Tahun 2000 lahir konsep Green Economy dan Blue Economy yang mana fokus pemikiran mereka sudah mulai memperhatikan aspek lingkungan sebagai salah satu hal penting dalam pembangunan untuk mencapai Welfare State. Konsep ini juga bersanding dengan 2 kelahiran konsep pembangunan MDGs tahun 2000-2015 dan SDGs tahun 2015-2030 yang akan kita bahas ini. Karena SDGs sangat erat kaitannya dengan Green Economy pada 1 dekade ini.

Perbedaan Green Economy dengan Blue Economy terlihat pada arah pemikirannya saja jika Green Economy lebih mementingkan pencapaian pembangunan berkelanjutan tanpa mengancam lingkungan dengan memperhatikan aspek carrying, capacity dan ekologi. Maka Blue Economy fokus meningkatkan pandangan yang lebih bertujuan pada pengoptimalan SDA berbasis lokal dan kemandirian.

Kemajuan Finlandia di bidang pelestarian lingkungan tidak serta merta terjadi karena kebijakan dan peraturan yang baik, namun lebih kepada kesadaran masyarakatnya untuk selalu menjaga kelestarian alamnya. Komitmen bersama seperti inilah yang perlu ditiru oleh masyarakat negara lain agar permasalahan lingkungan dan iklim global dapat segera teratasi.

Ada beberapa upaya yang bisa diambil dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia yang isa kita lakukan salah satunya adalah :

  • Penerapan sistem tebang pilih pada hutan. Pemerintah harus menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon. Hal ini dapat mengurangi penebangan hutan secara liar dan dalam jumlah besar-besaran
  • Penerapan sistem tebang tanam. Sistem ini dilakukan dengan cara menanam kembali pohon yang telah ditebang agar hutan tetap terjaga keberadaannya.
  • Aksi Nyata. Bisa kita lakukan dengan cara mengkampanyekan pengaruh perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati, belajar hidup sehat denganmenerapkan gaya hidup berkelanjutan di sosial media dan lainnya.
  • Go Green, langkah sederhana yang bisa kita terapkan sehari-hari untuk membantu pelestarian alam. Kita bisa melakukannya mulai dari diri kita sendiri. Mengurangi penggunaan produk yang tidak ramah lingkungan misalnya.
  • Menerapkan pola hidup efektif dan hemat seperti reuse, reduce dan recycle seperti gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang ramah lingkungan

Hal sederhana untuk

Pencegahan Perubahan Iklim

Hemat Energi

Salah satu aksi yang bisa kita lakukan adalah mencabut semua charger atau colokan yang tidak terpakai. 37% emisi karbondioksida datang dari produksi listrik

Penggunaan Kantong Plastik

Penolakan penggunaan kantong plastik sekali pakai. Sebaiknya gunakan kantong sendiri dari rumah dengan bahan yang lebih ramah lingkungan seperti totebag dari kain atau kanvas.

Penggunaan Botol Plastik

Seerupa dengan pemakaian kantong plastik sekali pakai, kali ini kita bisa melakukan aksi sederhana dengan menggunakan botol atau tumblr yang lebih ramah lingkungan. Juga temukan cara terbaik untuk mendaur uang botol serta barang-barang bermaterial plastik yang sudah digunakan.

Hari Hak Asasi Hewan Sedunia

Sebagai lokasi khusus mega-biodiversitas dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memimpin penanganan perubahan iklim di skala regional dan global. Dengan kekayaan ekologinya Indonesia telah menjadi sumber rujukan keragaman genetik, pengembangan industri komoditas yang pesat serta peluasan rantai pasok yang masif.

Salah satu aksi nyata yang dapat dijadikan tonggak perubahan dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah dengan memperingati Hari Hak Asasi Hewan Sedunia yang diperingati setiap tanggal 15 Oktober. Pada tanggal yang sama tahun 1978 UNESCO merilis Universal Declaration of Animal Right yang didukung 48 negara dan 330 kelompok pendukung hewan.

Di Indonesia sendiri, sejumlah regulasi dibuat untuk melindungi hewan. Seperti Pasal 302 KUHP tentang Perlindungan Hewan, Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan beberapa lainnya.

Tentu saja regulasi-regulasi ini adalah produk dari kepedulian manusia pada hak asasi hewan. Regulasi-regulasi ini juga dibuat untuk mencegah sebagian manusia yang masih punya sifat bar-bar dan senang menganiaya hewan. Namun, tetap saja masih banyak tindakan manusia yang tidak menghargai hak-hak asasi hewan. Seperti, 1 juta hewan peliharaan mengalami kekerasan setiap tahunnya, 13.1 juta hewan menjadi berbagai bahan eksperimen, dan masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang telah melanggar hak-hak asasi hewan.

Universal Declaration of Animal Right

Isi Universal Declaration of Animal Right oleh UNESCO

  1. Semua hewan memiliki hak yang sama untuk hidup dalam konteks keseimbangan biologis. Persamaan hak ini tidak menutupi keragaman spesies dan individu.
  2. Semua kehidupan hewan memiliki hak untuk dihormati.
  3. Hewan tidak boleh mengalami perlakuan buruk atau tindakan kejam. Jika perlu membunuh seekor binatang, itu harus seketika, tanpa rasa sakit dan tidak menimbulkan ketakutan.
  4. Hewan liar memiliki hak untuk hidup dan berkembang biak secara bebas di lingkungan alamnya sendiri.
  5. Setiap hewan yang bergantung pada manusia berhak atas makanan dan perawatan yang layak. Semua bentuk pengembangbiakan dan penggunaan hewan harus menghormati fisiologi dan perilaku khusus spesies tersebut.
  6. Eksperimen pada hewan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau psikologis melanggar hak-hak hewan.
  7. Setiap tindakan yang tidak perlu yang melibatkan kematian hewan, dan setiap keputusan yang mengarah pada tindakan tersebut, merupakan kejahatan terhadap kehidupan.
  8. Pembantaian hewan liar, dan pencemaran serta perusakan biotop adalah tindakan genosida. dengan itu tindakan yang membahayakan kelangsungan hidup spesies liar termasuk tindakan genosida
  9. Perlindungan dan keselamatan hewan harus terwakili di tingkat organisasi Pemerintah.
  10. Otoritas pendidikan dan sekolah harus memastikan bahwa warga belajar sejak kecil untuk mengamati, memahami, dan menghormati hewan.
  • Pexel.com
Nullam dictum felis eu pede mollis pretium. Integer tincidunt. Cras dapibus. Vivamus elementum semper nisi. Aenean vulputate eleifend tellus. Aenean leo ligula, porttitor eu, consequat vitae, eleifend ac, enim. Aliquam lorem ante, dapibus in, viverra quis, feugiat a, tellus. Phasellus viverra nulla ut metus varius laoreet. Quisque rutrum. Donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus. Nullam quis ante. Etiam sit amet orci eget eros faucibus tincidunt. Duis leo. Sed fringilla mauris sit amet nibh. Donec sodales sagittis magna. Sed consequat, leo eget bibendum sodales, augue velit cursus nunc,