Macet Di KAMU

Kamu sih kamu, sampai detik ini isinya cuman kamu. Tenang saja belum ada yang lainnya selain kamu, ahh ironi ya? Saat aku sudah memantabkan hati untukmu namun kamu menganggap semua yang aku lakukan hanya pelarian. Termasuk memilihmu.

Ntah bagaimana lagi caranya memberitahumu bahwa semua yang aku lakukan bukan sekedar berlari dan mengejarmu sebagai sebuah kompetisi belaka. Memilihmu juga bukan lagi perkara mencari jalan ninja yang membuatku bisa berteriak “Can we skip to the Good Part??”

Memilihmu itu semacam mempertimbangkan dan membuat kesepakatan dengan Tuhan bahwa memang kamu yang terbaik dan mau memperbaiki semua yang ada pada diriku. Terutama kusut dan berranjaunya isi pikiranku.

Kau tau? Sejak saat itu pikiranku tak lagi memiliki duri, satu dua hal sudah bersemi dan menyemai keseluruh badanku. Badanku berbunga? TIDAK. Badanku mengembang, termasuk emosi, pikiran dan hatiku semuanya tumbuh subur menjadi tak beraturan. Kadang berbunga, kadng memiliki ranting dan cabang-cabang runcing atau tumpul namun semuanya memiliki peran masing-masing.

Namun, setelah kamu tau setelah semua tak lagi memiliki arti. Kamu kata aku hanya berlari kearahmu dan menjadikanmu pelarian. Bukan, jauh dari itu semua bukan seperti itu. Jika memang kau pelarianku tak mungkin kupinta Tuhan untuk memberikan daya kepadaku agar tetap bertahan dengan pendirianku terhadapmu.

Kamu bosan? Aku tidak, aku hanya macet di kamu. Tidak lagi memiliki keberanian untuk mencintai atau bahkan melepasmu. Ntah sampai kapan yang pasti hanya Tuhan yang tau. Aku tidak pernah bosan tentangmu, apalagi mencintaimu. Hanya saja aku sering menimang dan membuat beberapa skenario buruk tentangku kepadamu. Jika suatu saat nanti …….. hmmmm sudahlah biar aku saja yang menyebutnya kosong tanpa kau tau artinya kosong dalam rongga dadamu.

Atau kau mungkin lebih bijak merasakannya selama ini tanpaku? Iya aku tau 10 tahun bukan waktu yang singkat tanpaku waktu itu. Aku yakin juga kamu pasti memiliki banyak pasangan dan pilihan pada waktu itu.

Aku memang salah. Aku lelah, aku salah lagi.

Bahkan untuk menyebutnya salah pun aku sudah tak sanggup lagi, aku lebih dari salah di matamu. Aku lelah menerka semua pikiranmu padahal aku pandai dalam hal itu sebelumnya. Aku lelah berkomunikasi denganmu padahal sebeumnya semua itu kuanggap candu.

Aku lelucon bagimu, aku candamu.

Tak apa jika memang begitu bagimu, aku memang leluconmu. Aku memang lucu, kamu juga sering tertawa karenaku. Tapi ingat aku tak pernah menganggapmu lelucon tak pernah menganggapmu bahan lelucuan, apalagi perihal mencintaimu. Dengan siapapun sosok yang aku cintai semuanya tak pernah kuanggap lelucon.

Mungkin aku salah memprioritaskan hatiku padamu, atau mungkin aku juga salah telah menginvestasikan perasaanku padamu yang nyatanya semua hal tentang pekerjaanku encintaimu hanya kau anggap lelucon dan sia-sia. Semua sia-sia bagiku dan sekarang sedang macet.

Hanya saja aku hanya menyebutnya macet tanpa tau apapun yang membuatku takut atau bersemangat lagi. Takut kehilanganmu pun bukan lagi milikku karena sampai kapanpun kamu bilang kamu bukan milikku. Bersemangat mencintaimu pun kamu juga mengatakan tak bisa menyanggupi semua yang aku lakukan bahkan saat aku tak minta apapun darimu.

Hanya saja semuanya macet di kamu. Tak lagi berbalik, maju, serong kanan, serong kiri atau sebagainya. Macet di KAMU.

Gedangan, 09 September 2022

Dliyaun Najihah

Nih buat jajan

You Might Also Like

Leave a Reply