Untuk Sang Pranaja

Aku selalu kehilangan kata-kata jika diminta untuk mendeskripsikan tentangmu. Dan pada detik kau membaca tulisan ini, tak satupun kutemukan frasa dan diksi yang mewakili dirimu. Kita dihadirkan dengan candaan yang berujung terpantiknya api kecil. Saling bersautan meninggalkan jejak “Aku tak mau kalah darimu” namun nyatanya Aku selalu merindukanmu.

Kita tercipta dari bait-bait ruang rindu saat itu. Hadir dan datangmu tak pernah kugugu, aku tak sepercaya diri itu mengakui bahwa aku membutuhkanmu.

Dan hari itu kita dipertemukan kembali dengan perasaan yang tak sama lagi. Aku yang sudah mulai jatuh dan kamu yang sudah meninggalkanku. Setiap ujung kata yang kau gunakan selalu mendiskripsikan setiap jatuhnya hatiku padamu. Bahkan ketika kau terdiam pun aku dibuat semakin pilu, mengapa ada Pranaja sepertimu dihidupku?

Kusebut kau Sang Pranaja.
Tajam untaian kalimatmu menenangkan batinku, seumpama oase. Tapi senyummu kepadaku bahkan fatamorgana, ku tak bisa lagi merabamu bahkan dengan seribu hari yang bisa kuhabiskan denganmu pun sepertinya aku akan memilih menyerah.
Kini acuhmu, bak riak-riak kecil diperairan yang mampu mengombang ambingkan semak kecil sanubariku.
Inilah Pranaja yang kucari, Tuhan!” lirih batinku suatu malam
Tak bisakah kau sisikan dia untukku? Satu kali ini saja.” tapi kamu tau seakan-akan Tuhan bergeming menanggapi pinta lirihku ini, dan saat itu pula aku lirih memasrahkan bahwa aku tak ingin memaksa kehendak Tuhan.

Terima kasih, bagiku Sang Pranaja sepertimu tak patut disandingkan denganku yang fakir ini. Tapi, setidaknya haturku sudah berujung “Terima kasih sudah menghidupkan kembali hatiku yang sempat kukubur untuk laki-laki lain selainmu.
Kini yang kutunggu hanya sepoi pada diujung rehatku, tenang kurekam. Beberapa sajak ku untai, semoga tak banyak tentangmu.

Nih buat jajan

You Might Also Like

Leave a Reply